Minggu, 20 November 2011

Perangkap Lobster

I.Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Peningkatan permintaan pasar, baik pasar domestik maupun pasar internasional terhadap protein hewani sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran untuk mengkonsumsi makanan yang sehat atau pola hidup yang mengutamakan kualitas kesehatan. Hal ini akhirnya mendorong pergeseran dalam pola konsumsi masyarakat yang mengutamakan makanan yang rendah kolesterol dan berprotein tinggi yang ada pada produk perikanan. Salah satunya lobster.
Lobster adalah hewan laut yang memiliki kadar protein tinggi dengan karakterisktik hidup di batu-batu karang, di balik batu karang. Udang karang ini tidak menyukai tempat yang terbuka dan berarus kuat, yang berombak berlebihan dan dasar yang berlumpur. Tempat yang disukainya adalah perairan yang tenang seperti di teluk-teluk, pulau-pulau, pantai dan tempat yang terlindung terutama pada daerah yang dasarnya berpasir dan banyak di tumbuhan rumput laut. Lobster umumnya menghuni perairan dangkal yang mempunyai kedalaman antara 10-15 meter, namun pada saat-saat tertentu, lobster beruaya (berpindah) ke tempat yang lebih dalam. Lobster termasuk hewan air yang bersifat omnivore atau pemakan segala, baik itu tumbuhan maupun hewan yang masih hidup maupun yang sudah mati. Makanannya terdiri dari udang yang kecil-kecil, ikan, cacing, binatang lunak dan sisa binatang air yang telah mati. Lobster menggunakan kukunya atau capit
untuk memegang masangsanya, kemudian dimasukkan ke dalam mulut.

Potensi dan usaha pemanfaatan sumberdaya perikanan khsususnya lobster belum termanfaatkan dengan maksimal. Pemanfaatan sumber daya lobster sebagai produk common property yang dapat ditangkap oleh siapapun dengan armada dan alat tangkap yang dimiliki, sehingga untuk mendukung pemanfaatan sumber daya lobster yang berkelanjutan maka diperlukan alat tangkap yang selektif dan ramah lingkungan di antaranya adalah bubu lobster. Bubu Lobster merupakan alat tangkap yang bersifat pasif dan diletakkkan di dasar perairan yang bertujuan untuk lobster baik itu di perairan tawar maupun laut.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini agar dapat mengetahui alat penangkapan ikan dari jenis perangkap yaitu perangkap lobster. Selain itu, agar dapat mengetahui konstruksi perangkap lobster, Material Pembentuk, operasi penangkapan, jenis jenis perangkap lobster yang ada serta musim dan waktu penangkapan. Selanjutnya, untuk dapat mengetahui metode penangkapan dan hasil tangkapan dari perangkap lobster.
1.3 Manfaat
Dapat membedakan jenis perangkap lobster dengan melihat konstrusi serta material pembentuk alat tersebut. Selain itu, dapat mengetahui operasi penangkapan dan waktu serta musim penangkapan. Dengan mengetahui operasi penangkapan maka dapat mengetahui metode penangkapan. Selanjutnya, kita dapat membedakan jenis lobster yang menjadi tangkapan dari beberapa jenis perangkap lobster.

II. Perangkap Lobster
2.1 Deskripsi
Perangkap ini ditujukan untuk menangkap lobster. Bubu umumnya dibuat secara manual dengan menggunakan bahan dari kayu, bambu maupun rangka besi / baja dan berdinding kayu, bambu atau jaring.. Terdapat berbagai jenis Perangkap Lobster, yang dapat di bedakan seseuai dengan konstruksi alatnya serta kegunaannya yaitu perangkap plastik dua pintu, Lobster Pot, dan Krendet.
Anwar (2001) meneliti perangkap plastik 2 pintu untuk menangkap lobster. Tujuannya agar lobster mudah masuk kedalam perangkap. Material yang digunakan untuk membuat perangkap 2 pintu sama dengan perangkap 1 pintu. Bedanya hanya pada jumlah dan diameter pintu masuk. Pada Gambar 4 ditunjukkan konstruksi dan dimensi perangkap plastik yang memiliki 1 dan 2 pintu.
Lobster pot digunakan untuk menangkap lobster. Alat tangkap ini berasal dari Jepang dan belum digunakan di Indonesia. Disebut pot, karena bentuknya seperti pot atau jembangan bunga.
Krendet dikembangkan oleh nelayan pantai selatan Yogyakarta untuk menangkap lobster. Alat ini tergolong sangat sederhana dan dapat dioperasikan dari atas tebing yang curam. Caranya dengan melempar krendet ke laut dengan atau tanpa bantuan kayu pelontar.
2.2 Kontruksi
Konstruksi dan dimensi dari perangkap lobster pada umumnya memiliki Pintu masuk terletak dibagian atas perangkap, pada Bagian bawahnya ditutup oleh jaring yang dibentuk pada sebuah kerangka berbentuk lingkaran yang terbuat dari besi f = 1,2 cm. Besi ini juga berfungsi sebagai pemberat. Pada saat tidak dioperasikan, jaring penutup dapat dilepas dari dasar perangkap, sehingga perangkap dapat ditumpuk. Sedangkan untuk konstruksi dinding perangkap berbeda.
Konstruksi permukaan dinding perangkap yang ideal adalah mudah dirayapi oleh lobster. Berdasarkan konstruksi perangkap yang standar (rancangan 1), maka ada 3 macam konstruksi yang dapat dibentuk, yaitu celah horizontal (rancangan 2), celah vertikal (rancangan 3), dan celah persegi (rancangan 4) dapat di lihat pada gambar 3. Untuk mengujinya, maka perangkap diberi umpan dan diletakkan ke dalam wadah percobaan yang telah berisi lobster. Dari ke-4 konstruksi dinding perangkap, lobster lebih mudah merayapi dinding rancangan 3 atau celah vertikal. Ini dibuktikan dengan waktu yang lebih cepat dan lintasannya sederhana tidak berbelok-belok.

Gambar 3. Rancangan dinding perangkap
Sedangkan pada Perangkap dua pintu, Konstruksi perangkap ini masih dalam tahapan ujicoba di laboratorium. Anwar (2001) mencoba membandingkan keduanya. Caranya, perangkap direndam kedalam akuarium yang berisi 20 ekor lobster hijau pasir (Panulirus homarus) selama 3 jam secara bergantian. Setelah 10 kali ulangan, perangkap 1 pintu menangkap 37 lobster dan perangkap 2 pintu 67 lobster. Perangkap 2 pintu memiliki kelemahan pada pintunya, karena sebanyak 26 ekor lobster dapat keluar. Meskipun demikian, perangkap 2 pintu lebih layak dikembangkan. Masalah teknis pada konstruksi pintu dapat diperbaiki dengan cara mempertinggi pintu masuk dari dasar perangkap atau memperkecil pintu masuk yang berada didalam perangkap.

Gambar 4. Konstruksi dan dimensi perangkap plastik dengan 1 dan 2 pintu masuk

Konstruksi lobster pot terbuat dari kerangka besi masif dengan diameter 12 mm berbentuk kerucut terpancung. Tinggi kerangka 42 cm, diameter bagian atas 60 cm dan dasar 79 cm. Kerangka perangkap diselimuti oleh jaring multifilament polyethylene (PE) 400 D/9 dengan ukuran mata 2 cm. Pada Gambar 5 ditunjukkan konstruksi dan dimensi lobster pot.

Gambar 5. Konstruksi dan dimensi Lobster

Bagian utama krendet adalah jaring yang disusun pada kerangka besi berbentuk bulat. Diameter besi adalah 4 mm dan kerangka yang dibentuknya bergaris tengah 80 cm. Sebagai penutupnya digunakan 2 lapis jaring monofilament polyamide (PA) dengan ukuran mata 5,5 inci. Pada bagian tengah kerangka jaring dipasang tali umpan. Gunanya sebagai tempat mengikatkan umpan.
Tali krendet terbuat dari bahan multifilament polyethylene (PE) bergaris tengah 3 mm. Panjangnya tergantung pada ketinggian tebing atau jarak lempar yang diinginkan. Beberapa krendet memiliki panjang tali mencapai 100 m. Tali ini berfungsi untuk menarik krendet dari dasar laut. Krendet terdiri atas tali krendet, tali umpan, kerangka, jaring dan pemberat. Pada Gambar 6 ditunjukkan konstruksi dan dimensi krendet.
Kerangka krendet yang terbuat dari besi sebenarnya sudah berfungsi sebagai pemberat. Namun demikian, nelayan masih tetap menggunakan pemberat tambahan dari batu dengan bobot antara 0,5-1 kg. Fungsinya untuk membuat lemparan lebih jauh dan terarah serta krendet lebih cepat tenggelam.

Gambar 6. Kontruksi Kendret


2.3 Material Pembentuk
Perangkap lobster pada umumnya dibentuk oleh material kayu ataupun plastik. Pada Bagian bawah bubu lobster ditutup oleh jaring yang dibentuk pada sebuah kerangka berbentuk lingkaran yang terbuat dari besi f = 1,2 cm. Besi ini juga berfungsi sebagai pemberat. d i n d i n g bisa terbuat dari kayu, bambu, jaring ataupun plastik.

2.4 Operasi Penangkapan
Metode operasi penangkapan dapat dilakukan dengan cara teruntai atau terpisah. Hestirianoto (1985) mengoperasikan lobster pot di Palabuhanratu secara teruntai. Jumlah perangkap yang dioperasikan sebanyak 9 buah. Setiap 3 perangkap dikelompokkan dalam satu rangkaian dan terhubung dengan tali utama. Lokasi penangkapannya di perairan pantai Palabuhanratu pada kedalaman 10-15 m. Sebagai perlakuan adalah waktu operasi dan jenis umpan yang terdiri atas daging ikan hiu, layur, dan campuran keduanya.
Krendet dioperasikan satu persatu. Nelayan pantai selatan Yogyakarta mengoperasikan krendet dari atas tebing. Ketinggiannya dari permukaan laut mencapai 70 m. Untuk ketinggian tebing yang rendah dan lokasi penempatan krendet yang tidak terlalu jauh, maka krendet cukup dilempar dengan tangan. Kayu pelontar bercagak digunakan ketika tebing sangat tinggi atau lokasi penempatan krendet cukup jauh. Posisi krendet ketika dioperasikan diperlihatkan pada Gambar 7. Konstruksi krendet yang tersusun atas jaring berukuran mata besar dan dioperasikan pada daerah berkarang hanya memungkinkan organisma yang tertangkap berupa lobster dan kepiting. Lesmana (2006) mengoperasikan 10 krendet selama 12 hari dari atas tebing di perairan Wonogiri. Waktu operasi dimulai pukul 16.00 hingga pagi hari. Hasil tangkapannya berupa lobster dan kepiting bakau. Jumlahnya masing-masing adalah spiny lobster batu (Panulirus apenicillatus) sebanyak 75 ekor, spiny lobster hijau pasir (Panulirus homarus) 33 ekor, dan kepiting bakau (Scylla sp.) 11 ekor.

Gambar 7. Posisi Krendet saat dioperasikan.


2.5 Musim dan waktu penangkapan
Pola musim penangkapan ditentukan dengan menggunakan Analisis Moving Averagelderet waktu. Bulan dengan indeks rnusim di atas 100 merupakan waktu yang baik untuk melakukan penangkapan, sedangkan bulan dengan indeks rnusim di bawah 100 merupakan waktu yang kurang rnenguntungkan untuk. rnelakukan penangkapan. Berdasarkan perhitungan diperoleh bahwa Bulan Nopernber - Februari merupakan bulan yang baik untuk rnelakukan penangkapan. Siklus musirn besar lobster terjadi selama 3 tahun sekali dan lobster yang tertangkap sangat banyak, berlangsung tiap bulan sepanjang tahun. lnforrnasi mengenai pola musiman ini sangat mernbantu para nelayan dalam menentukan waktu yang baik untuk operasi penangkapan dan meningkatkan hasil tangkapan nelayan. Nelayan dapat lebih menghemat waktu, tenaga dan biaya operasi dengan melakukan operasi penangkapan hanya pada musim puncak. Sumberdaya dapat melakukan restocking dan pada saat operasi penangkapan dilakukan, hasil tangkapannya merupakan sumberdaya yang sudah layak tangkap, sehingga kelestarian sumberdaya dapat tetap terjaga.
2.6 Metode penangkapan
Teknik operasional bubu dilakukan dengan menempatkan bubu di sekitar karang atau batu secara hati-hati agar tidak merusak habitat karang tersebut. Mulut bubu diletakkan berlawanan dengan arus air. Agar bubu tetap berada pada posisi yang baik dan tidak terbawa arus, maka perlu di pasangi patok kayu atau besi. Pengangkatan bubu dilakukan dengan tidak merusak habitat dasar perairan. Bubu setelah selesai dipakai harus ditempatkan pada tempat yang teduh dan aman. Hasil tangkapan yaitu lobster ukuran 200 – 700 gram, diangkat dari bubu secara hati-hati, kemuadian ditaruh di dalam dungki/ wadah lainnya agar tetap hidup dan usahakan tidak ada yang cacat atau patah agar nilai jualnya lebih tinggi atau memenuhi standar ekspor (Agus Rochdianto,SE, S.PKP & Agung Raka Bhakta, S.Pi, M.MA, 2010)

2.7 Hasil tangkapan
Jenis hasil tangkapan lobster pot adalah lobster dan hasil tangkapan sampingan yang berupa ikan, siput, rajungan dan klomang. Jumlah hasil tangkapan lobster tidak terpengaruh oleh jenis umpan, tetapi hanya terpengaruh oleh waktu operasi penangkapan. Lobster sama sekali tidak tertangkap pada waktu bulan terang. Adapun hasil tangkapan sampingan sangat terpengaruh oleh jenis umpan. Campuran umpan daging hiu dan layur sangat disukai ikan, siput, rajungan dan klomang.

III.Kesimpulan
Perangkap ini ditujukan untuk menangkap lobster. Bubu umumnya dibuat secara manual dengan menggunakan bahan dari kayu, bambu maupun rangka besi / baja dan b e r d i n d i n g kayu, bambu atau jaring. hampir seluruh bagian perangkap terbuat dari plastik. Secara garis besar Konstruksi dan dimensi dari perangkap lobster pada umumnya memiliki Pintu masuk terletak dibagian atas perangkap, pada Bagian bawahnya ditutup oleh jaring yang dibentuk pada sebuah kerangka berbentuk lingkaran yang terbuat dari besi f = 1,2 cm. Metode operasi penangkapan dapat dilakukan dengan cara teruntai atau terpisah. Pola musim penangkapan ditentukan dengan menggunakan Analisis Moving Averagelderet waktu. Bulan dengan indeks rnusim di atas 100 merupakan waktu yang baik untuk melakukan penangkapan, sedangkan bulan dengan indeks rnusim di bawah 100 merupakan waktu yang kurang rnenguntungkan untuk. rnelakukan penangkapan. Teknik operasional bubu dilakukan dengan menempatkan bubu di sekitar karang atau batu secara hati-hati agar tidak merusak habitat karang tersebut. Mulut bubu diletakkan berlawanan dengan arus air. Jenis hasil tangkapan lobster pot adalah lobster dan hasil tangkapan sampingan yang berupa ikan, siput, rajungan dan klomang.









Daftar Pustaka
Anwar.2001.Jenis JenisAlat Penangkapan:Perangkap. http://www.lautanbiru.com.[7 oktober 2011]
Lesmana.2006. Perangkap Lobster. http://www.lautanbiru.com.[7 oktober 2011]
Rochdianto,Agus. Agung R B. 2010. Profil Sumberdaya dan Pemanfaatan Lobster.www.bangkalan.go.id.[7 oktober 2011]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar